Oksidentalisme vs Orientalisme


hasan hanafi Oksidentalisme vs OrientalismeOksidentalisme merupakan arah kajian baru dalam menghadapi hegemoni keilmuan barat. Istilah yang ditenarkan oleh Hassan Hanafi ini berusaha mengkaji barat dalam kacamata timur, sehingga ada keseimbangan dalam proses pembelajaran antara kulon dan wetan (west and east).
Dunia barat selama ini dipandang sangat mendominasi dalam kajian ketimuran, khususnya kajian ke-islaman. Bahkan, di era kolonial, orientalisme dianggap sebagai senjata untuk menundukan bangsa-bangsa timur. Hal inilah yang membangkitkan kekesalan Edward Said dengan menulis buku “orientalism” yang terkenal itu. Dia mengkritik bahwa kajian barat atas timur kurang lebih bertujuan politis ketimbang ilmiah.
Kontroversi yang dikemukakan oleh Said, orientalisme yang problematik memang menarik pada dirinya sendiri. Orientalis mampu mengkaji dunia timur dengan sangat menarik, memikat, melalui thought provoking, namun dengan erudisi intelektual yang luar biasa.
Setelah melalui era pasca-kolonial, Orientalisme berevolusi menjadi kajian yang lebih simpatik, namun disisi lain, kecurigaan pada Orientalisme belum hilang dalam pikiran dunia timur, selain trauma sejarah (akibat kolonialisme), para orientalis dipandang berasal dari lingkungan luar, sehingga ada kecurigaan bahwa kajian yang mereka lakukan memiliki motif-motif terselubung. Kecurigaan dan ketakutan tersebut tidak diimbangi dengan motivasi bangsa-bangsa timur dalam mengkaji barat, tuduhan minor terhadap barat hanya didasarkan pada prasangka yang tidak berdasar, tuduhan klise seperti:

1. Ulil Abshar Abdallah, Orinetalisme VS Oksidentalisme
Kebudayaan barat yang dekaden, individualistik dan amoral, tersebar dalam literatur di dunia timur, namun disisi lain, bangsa-bangsa timur dibuat terperangah oleh kemajuan peradaban Barat yang sepertinya tanpa henti.
Oksidentalisme diharapkan mampu menjembatani kebuntuan tersebut. Selain untuk mempelajari akar kemajuan bangsa-bangsa barat, Oksidentalisme diharapkan mampu menghilangkan prasangka yang terus mengendap dipikiran orang timur.
Cita-cita dialog antar peradaban yang pernah dilontarkan oleh Muhammad Khatami, mantan presiden Iran, dalam rangka menandingi konsep benturan antar peradaban, hanya bisa terwujud jika ada itikad baik dari kedua sisi dunia ini untuk saling belajar satu sama lain, yaitu dalam bentuk kajian yang adil dan tidak dalam semangat konfrontatif, timur versus barat.
Oksidentalisme (Al-Istighrâb ) adalah lawan dari Orientalisme (al-Istisyrâq). Kalau Oreintalisme melihat potret kita (Timur) yang dalam tanda petik “Islam” dari kacamata Barat, maka Oksidentalisme justru sebaliknya; melihat potret Barat yang sangat identik dengan misi kristenisasinya dari kacamata Timur.
Misi Oksidentalisme adalah mengurai dan menetralisasi distorsi sejarah antara Timur dan Barat, dan mencoba meletakan kembali Peradaban Barat pada proporsi geografisnya. dan tidak menutup kemungkinan untuk mengambil manfaat dari kajian-kajian ke-Islam-an (Islamologi) mereka atau paling tidak memakai metodologi mereka dalam mengkaji bahkan mengkritisi beberapa ajaran dan tradisi dalam Islam. Namun Yang terakhir inilah, yakni al-Intifa min al-Ghorb menjadi perdebatan yang mengakar antara dua kelompok (pemikiran) Islam di hampir seluruh penjuru bumi Allah ini; yaitu antara kelompok Tradisionalis dan Modernis (sekularis; julukan yang sering diberikan oleh kelompok Tradisionalis kepada kelompok kedua ini). Kelompok pertama, mewakili kelompok yang sering disebut militan-fundamentalis (terutama oleh kelompok modernis) yang mewakili bahwa kebesaran umat Islam tergantung kepada kesadaran mereka dalam melaksanakan ajaran agamanya dengan kembali kepada ajaran inti al-Qur’an dan Sunnah sebagai pernekanannya. Sementara kelompok kedua mewakili kelompok yang sering mereka namakan sendiri dengan reformis-modernis, yang meyakini bahwa Islam adalah agama hadhari (peradaban), yang karenanya harus terbuka terhadap unsur-unsur peradaban lain. Untuk itu, ajaran Islam mesti diaktualisasikan dan diperbaharui (rekontruksi dan bahkan revisi), dengan mencoba redefinisi, agar senantiasa relevan dengan perkembangan zaman. Namun disini, penulis tidak akan mengulas pembahasan untuk menentukan sikap penulis pribadi diantara kedua kelompok di atas. Dalam makalah ini penulis akan memaparkan pemikiran-pemikiran Hasan Hanafi yang memperkenalkan istilah Oksidentalisme.

2. Hassan Hanafi, seorang Profesor Falsafah dari University Cairo
Mendefinisikan Oksidentalisme dalam bahasa Arab Al-Istighrâb sebagaimana judul bukunya Muqaddimat fi ’Ilmi Al-Istighrâb (Pengantar Ilmu Oksidentalisme), bahwa oksidentalisme adalah kebalikan (antonym) dari orientalis, yang diartikan secara umum bahwa oksidentalisme adalah kajian kebaratan atau suatu kajian komprehensif dengan meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Barat, dalam oksidentalisme, posisi subyek obyek menjadi terbalik. Timur sebagai subyek pengkaji dan Barat sebagai obyek kajian.
Walaupun istilah Oksidentalisme adalah antonim dari Oreantalisme, tapi di sini ada perbedaan lain, oksidentalisme tidak memiliki tujuan hegemoni dan dominasi sebagaimana orientalisme, tetapi para oksidentalis hanya ingin merebut kembali ego Timur yang telah dibentuk dan direbut Barat

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Posting Baru Posting Lama ►